banyak bukti sejarah kerajaan blambangan di desaku ini
riwayat kerajaan Blambangan tetap misterius. Situs dan petilasan Blambangan banyak ditemukan di Kecamatan Muncar. Yang masih terlihat jelas bentuknya adalah situs Umpak Songo dan Setinggil di Desa Tembokrejo, Muncar
Di sekitar Umpak Songo banyak ditemukan saksi sejarah kebesaran Blambangan. Ada gumuk sepur, bukit yang memanjang. Konon ini adalah benteng raksasa kerajaan Blambangan. Akibat kurangnya pemahaman masyarakat, gumuk sepur dihancurkan dan lokasinya dijadikan lahan pertanian.
via satelite
View Larger Map
Situs Ompak Songo memiliki makna tersendiri bagi dua umat beragama di Banyuwungi. Yakni, umat Islam dan Hindu. Hal itu disebabkan perjalanan sejarah Kerajaan Blambangan tak lepas dari dua pengaruh Agama tersebut.
Di masa itu Agama Hindu menjadi agama mayoritas. Namun di Kerajaan Blambangan pernah tinggal seorang Wali Allah, Syekh Maulana Ishaq bersama istrinya, Putri Sekardadu, seorang Putri Kerajaan Blambangan. Putri Sekardadu ibu kandung dari Raden Paku atau lebih dikenal sebagai Sunan Giri.
Karena keeratan agama itu, di hari-hari tertentu seperti hari besar Agama Islam atau Hindu banyak orang yang datang ke sisa-sisa kejayaan Kerajaan Blambangan ini. Tujuannya berbagai macam seperti nyekar, ngalab berkah atau semedi.
Menurut juru kunci Ompak Songo Mbah Soiman (75), biasanya mereka datang dari pelosok daerah di Jawa Timur dan Bali.
"Mereka dtaang dari berbagai kota. Ya..tidak jadi masalah, sebabnya masing-masing pengunjung, Islam atau Hindu mempunyai rasa memiliki pada situs ini," jelas pria generasi ke-3 dari Mbah Nadi Gede saat ditemui di rumahnya
Umpak Songo adalah tumpukan batu berlubang mirip penyangga tiang bangunan yang berjumlah sembilan. Umpak artinya tangga, songo berarti sembilan. Situs ini ditemukan pertama kali tahun 1916 oleh Mbah Nadi Gde, warga dari Bantul, Yogyakarta.
Pertama ditemukan kondisinya sudah tertimbun tanah dan hutan belantara. Begitu digali, ternyata mirip sebuah candi. Diyakini, Umpak Songo dahulunya adalah balai pertemuan bagi raja Blambangan bersama bawahannya.
Tahun 1938, seorang raja dari Solo, Mangku Bumi IX, mengunjungi tempat itu. Kemudian, tempat ini diberi nama Umpak Songo. Mangku Bumi sempat mengisahkan lokasi itu adalah bekas peninggalan kerajaan Blambangan dengan rajanya Minak Jinggo.
Di sekitar Umpak Songo banyak ditemukan saksi sejarah kebesaran Blambangan. Ada gumuk sepur, bukit yang memanjang. Konon ini adalah benteng raksasa kerajaan Blambangan. Akibat kurangnya pemahaman masyarakat, gumuk sepur dihancurkan dan lokasinya dijadikan lahan pertanian.
Tak jauh dari Umpak Songo, ada Umpak Lima. Konon, tempat ini adalah ruangan semadi raja-raja Blambangan. Bangunan ini kini sudah musnah. Warga meratakannya dengan tanah, lalu dibangun sebuah mushola. Warga yang bertempat tinggal di sekitar situs Umpak Songo adalah keluarga besar.
Jumlahnya 20 KK. Mereka keturunan Mbah Nadi Gde. Saat ini hanya tinggal Umpak Songo yang mash terlihat bentuknya. Itu pun kondisinya sudah memrihatinkan. Sejumlah batu dan benda-benda sejarah lainnya sudah hilang.
Meski sudah masuk cagar budaya, perhatian terhadap Umpak Songo, minim. Baru tahun ini, Pemkab Banyuwangi membuat tembok keliling di sekitar lokasi. Umpak Songo juga masih berstatus lahan milik pribadi.
“Ini adalah warisan nenek moyang, sesuai petuahnya, kami tidak boleh menjual,” kata Mbah Soimin (70), juru kunci Umpak Songo yang juga pemilik situs tersebut.
Bukti adanya bekas kerajaan cukup dirasakan warga di sekitar Umpak Songo. Zaman dahuu,banyak warga menemukan benda-benda sejarah ketika menggali tanah di sekitar lokasi, seperti genta kuningan dan berbagai perabot terbuat dari keramik Cina.
Juga pernah diemukan arca dan berbagai benda bertuah lainnya. “Tempat ini (sekitar Umpak Songo-red) adalah pusat kerajaan,” sambung Mbah Soimin. Satu lagi bukti sejarah yang masih terlihat adalah pohon pakis raksasa. Pohon ini tumbuh tepat di depan Umpak Songo. Umur pohon ini diyakini sudah ratusan tahun.
Meski berstatus milik pribadi, situs Umpak Songo tetap dibuka untuk umum. Kawasan ini menjadi jujukan warga untuk bersemadi sejak zaman dahulu. Biasanya mereka datang pada malam Sabtu Pahing. Kegiatannya, menggelar ritual tirakatan semalam suntuk.
Puncak keramaian Umpak Songo adalah hari raya Kuningan. Umat Hindu selalu antre bersembahyang di tempat ini. Hari biasa pun sejumlah pemedek dari Bali juga banyak mengalir. Situs Umpak Songo hanya berjarak satu kilometer arah timur Pura Agung Blambangan, pura terbesar di Banyuwangi.
Selain Umpak Songo, ada situs Setinggil di Dusun Kalimati, Muncar, sekitar 4 km arah timur Umpak Songo. Lokasinya persis menghadap pantai. Setinggil berasal dari dua kata, siti artinya tanah dan inggil berarti tinggi. Setinggil diartikan tanah yang menjulang tinggi mirip sebuah bukit.
Situs ini diyakini bekas menara pengintai kerajaan Blambangan. Lokasinya yang berdekatan laut cukup mudah mengawasi Selat Bali yang digunakan berlayar kapal-kapal perdagangan.
Kondisi Setinggil juga memrihatinkan. Di sekitar lokasi sudah diserbu perumahan warga yang penuh sesak. Yang tersisa hanya tanah seluas 200 m2 yang digunakan kantor Kepala Dusun Kalimati.
Di dekatnya dibangun balai kecil. Di tempat ini terdapat sebongkah batu besar. Batu ini diyakini bekas tempat duduk raja Blambangan, Minak Jinggo, ketika melakukan pengintaian kapal-kapal di Selat Bali yang akan mendarat.
Di atas batu besar ini terdapat bekas telapak kaki raja Minak Jinggo yang digambarkan bertubuh besar dan sakti. Sayangnya, batu ini sudah pecah dan bentuknya tidak beraturan lagi.
Setinggil juga dianggap sakral. Pada hari tertentu situs ini digunakan semadi para pengikut aliran kejawen. Saat hari raya Kuningan, umat Hindu juga banyak yang sembahyang di tempat ini. “Tetap terbuka untuk umum. Siapa pun boleh masuk,” kata Ahmad Slamet (60), juru kunci Setinggil yang juga Kepala Dusun Kalimati.
Di sekitar Setinggil banyak juga ditemukan bekas peninggalan sejarah Blambangan, seperti gumuk Klinting. Di tempat ini warga banyak menemukan genta terbuat dari tanah liat. Ada juga batu kereta yang berada di tengah laut. Batu berbentuk mirip kereta ini diyakini bekas tempat pelatihan perang tentara Blambangan.
via maps
View Larger Map
Lokasinya sekitar 4 km dari bibir pantai.
Situs lainnya adalah Bale Kambang di Desa Blambangan, Muncar. Konon, tempat ini adalah tempat pertemuan rahasia raja Blambangan. Kini, Bale Kambang sudah tertimbun pepohonan.
Bentuknya menyerupai bukit yang menjulang tinggi. Di sekitarnya terlihat jelas tanah mendatar mirip bekas kolam. Bale kambang diartikan sebagai balai yang dibangun di atas air. Ada juga yang menyebut balai ini adalah kaputren permaisuri raja Blambangan.
Di sekitar Bale Kambang, terdapat sejumlah bukti sejarah yang menguatkan adanya bekas kerajaan besar. Tak jauh dari bale, ada sebuah tanah tinggi yang memanjang.
Bentuknya mirip bukit berbaris. Dipercaya, ini adalah tembok istana yang mengelilingi Bale Kambang. Tempat ini terbuat dari tumpukan batu cadas berukuran besar. Zaman dahulu kawasan ini banyak ditemukan tembok-tembok besar menjulang tinggi. Selanjutnya daerah ini dikenal dengan nama Tembokrejo.
Banyak lagi situs di sekitar Bale Kambang. Bentuknya menyerupai bukit dengan ditumpuki batu-batu alam. Kondisinya tak terawat. Di sekitar tempat ini hanyalah hamparan sawah yang luas.
Kendati tidak ada catatan sejarah, kebesaran Blambangan tetap diyakini masyarakat Jawa di sekitar lokasi.
Ini terlihat dari banyaknya nama-nama desa yang erat hubungannya dengan zaman keemasan Blambangan. Tak jauh dari situs Bale Kambang ada desa Blambangan.
Di sekitar situs Umpak Songo ada desa Tembokrejo. Ada pula daerah Palu Kuning yang diyakini bekas hilangnya senjata gada besi kuning milik Minak Jinggo. Juga ada Bukit Putri, Bukit Jadah, dan sejumlah situs lain yang tidak terawat.
Tag :
banyuwangi